Minggu, 25 Desember 2011

Pasar oh Pasar

Jarang bahkan langka, lebih tepatnya lagi kayaknya nggak ada anak seangkatan saya terutama di lingkungan sewaktu saya menempuh kuliah ataupun memasuki dunia kerja yang rutin mengunjungi pasar tradisional untuk maksud berbelanja harian seperti makanan loh, bukan buat dagang apalagi bantu-bantuin bersihin lapak orang. Jadi seratus persen saya tau keadaan dan situasi dunia per-pasaran tradisonal di Jakarta.

Yup, hingga hari ini saya masih sering membantu ibu berbelanja ke pasar tradisional yang menurut saya nggak banget tapi karena harganya murah yo wiz toh mari lanjutkeun saja perjuangan mencari sayur dan lauk murahnya. Oh ya, saya sudah terbiasa berbelanja sendiri semenjak saya masih SMA, tepatnya dulu sering bolak balik ke pasar tradisional di daerah Kebon Baru , Tebet. Dengan segala macam bau dan aroma "parfum" ikan dan seribu rupa bau aroma lainnya, akhirnya saya terbiasa bahkan aneh dengan teman-teman saya yang gak kuat, pingsan ataupun jijik kalau disuruh ke pasar tradisional. Yah, maklumlah, sekere-kerenya mereka masih lebih kere saya. Hahaha.

Dari rutinitas ini pula saya mendapat jiwa "irit" dan sering berhitung karena terbawa oleh suasana kental pasar tradisional yang penuh dengan berbagai orang dengan jiwa tawar menawarnya bahkan banyak pula yang sampai "gontok-gontokan". Awalnya ngeri juga melihat ibu atau nenek saya menawar barang segitu rendahnya tapi lama-lama kok saya jadi mirip mereka.

Dan sebagai seorang langganan pasar tradisional saya sedih karena tiba-tiba ada pembangunan dari PD Pasar Jaya yang cenderung membuat harga di pasar tersebut semakin melambung dan meminjam dari istilah modern retail, tampilan visualnya gak banget, tidak mencerminkan fitrah pasar tradisional. Bahkan cenderung lebih ke pasar modern dengan tujuan untuk membuat gedung saja, gak berpikir ke arah memperbaiki pasar tradisional itu sendiri. Misalkan, pengunjung pasar tradisonal itu adalah kaum ibu atau manula yang ribet kalau naik tangga, eh malah pembangunan gedung pasarnya jadi kayak berlantai-lantai gitu. Kedua, biasanya pasar tradisonal itu kekuatannya adalah dari segi harga, eh gara-gara gedong baru yang bertingkat-tingkat ala kantor itu jadi mahal deh ongkos sewanya, eh akhirnya berpengaruh ke harga barang jualnya jadi kian mahal deh. Plis deh ....Dan yang paling mengerikan adalah lorong tempat jualan ikan yang berlantai keramik licin dan basah membuat banyak pengunjung sering terpeleset. Wew, bayangkan berapa banyak dosa ditanggung pembuat gedong itu.

Saran saya, kalau mau memperbaiki pasar tradisional sih gampang-gampang aja. Bikin lahan ala lapangan, dibangun sanitasi yang bagus, dan atap yang sangat tinggi untuk sirkulasi yang baik. tanpa adanya tembok-tembok ataupun tangga-tangga yang mengganggu. Dibikin simpel aja. Karena kebanyakan pedagang itu berpikiran simpel dan praktis, gak seperti birokrat yang cenderung repot plus ribet.

Soalnya saya sendiri gak begitu suka dengan orang yang berpikir ribet padahal yang dihadepin gampang, sok sibuk padahal gak sibuk-sibuk amat, sombong padahal apaan yang mau disombongin, stress padahal masalahnya sepele. Lebih sering ngurus hal sepele, padahal yang besar gak dikerjakan. Mengeluh, padahal keadaannya baik-baik saja. Orang-orang kayak ginilah yang harus ditendang dari dunia dan jangan dibiarkan terus bertingkah karena cepat atau lambat dia akan merusak perdamaian dan membuat orang jadi gak waras.


Cheers

ciao

Minggu, 18 Desember 2011

Catatan Harian Penumpang Angkutan Umum 2 : Tragedi Busway


So Sorry ya, judulnya sangat berlebihan banget. Hehe..Karena saya yakin, judul itu merupakan kekuatan suatu artikel, novel atau tulisan manapun. Oke, daripada saya banyak cincong, lebih baik saya ulas tentang transportasi massal yang satu ini.

Saya mulai mengenal busway semenjak duduk di bangku kuliah, kebetulan kampus saya berdekatan dengan salah satu shelter busway dan para mahasiswanya pun berbondong-bondong memakai akomoda yang satu ini karena irit banget. Rata-rata para mahasiswa di kampusku rumahnya agak jauh dan pasti sering berangkat pagi buta untuk kuliah pagi. Dan wew, disitulah busway menjadi primadona karena dari jam 5.00 s/d jam 7.00 tarif busway hanya Rp 2000 untuk jarak sesuka-sukanya. Mendengar hal itu, saya yang memiliki jiwa pengiritan banget mulai mencoba.

Percobaan pertamaku bermulai ketika baru dibukanya koridor kp. melayu-ancol, percobaan pertama sukses berat, karena dr kampung melayu ke kampusku yang berada di daerah Rawamangun membutuhkan waktu hingga 1 jam jika naik metromini yang merupakan angkutan paling metal sedunia itu, padalah ketika naik busway hanya ditempuh jarak 20 menit.

Karena berhasil, aku mulai melanjutkan naik busway untuk seterusnya...Tapi eeehhh tapiiiii...1 jam 15 menit telah berlalu namun busway yang ditunggu tidak kunjung tiba. Hingga akhirnya aku kehilangan muka dan gak jadi masuk kuliah pada saat itu.

Hingga kemudian, aku mulai rutin naik busway lagi, dan keadaan makin menggila dan mengganas. Di semua koridor tak terkecuali di koridor yang melewati Kuningan ataupun Thamrin yang kata orang merupakan 2 koridor dimana banyak orang rapi jali, sopan santun, modis, tajir abis (yang terakhirnya nggak) memakai angkutan busway. Beda banget dengan busway yang melewati Kramat Jati, apalagi Tanjung Priuk. Saya rasa busway yang dipakai untuk koridor Tanjung Priuk-PGC itu merupakan busway bekas koridor 1 deh. Bisa terlihat dengan jelas lantainya sudah soak kayak penggilisan, atapnya bocor dan kadang membuat saya berhalusinasi kalau bakal keluar sejenis anaconda dari atap yang terlihat menyeramkan itu.

Sedangkan untuk shelternya sendiri, yah lumayanlah yah..daripada halte bis jaman jebot. Tapi yang paling tidak mengenakkan adalah jika di shelter itu hanya ada satu pintu dan satu antrian tapi ada dua jurusan eh koridor...Repotnya selangittttt. Contohnya di shelter Departemen pertanian, kalau pagi kan ada yang ke monas dan yang ke dukuh atas. Nah kalau misalkan yang ke monas lewat, sedangkan saya mau ke dukuh atas, dan sialnya saya sedang di depan antrian. Biasanya saya dihadiahi sumpah serapah oleh orang yang mau naik busway monas. Begitu pula sebaliknya.Kalau sudah begitu, saya hanya bisa menghela nafas dan berpikir Yah namanya juga Jakarta..Haha...NGOK. Pernah karena kebodohan saya, dan tak terlihatnya tempelan darurat di depan kaca supir bahwa itu jurusan ke monas, saya pun terbawa hingga ke daerah Thamrin. Padahal waktu itu saya harusnya menuju daerah dukuh atas untuk kemudian ke arah Rawamangun. Hufff... Waktu itu saya mikir, sebenernya yang salah saya, atau siapa yak? Kalau antrian parah kayak gitu memang benar-benar gak bisa ngeliat tulisan di depan busway sih.

Kejadian peak hour lain adalah sumpah serapah antar penumpang busway yang merasa didorong. Kayaknya sih hampir setiap hari tuh pasti ada sumpah serapah dan marah-marahan. Misalkan ada antrian, cewek A berdiri di depan cewek B. Nah ketika busway tiba, terjadilah dorong mendorong tanpa diketahui siapa pelaku awal dorong mendorong. Kemudian cewek A marah-marah ke cewek B ,"Mbak jangan dorong-dorong donk!!!" dengan muka super jutek dan jueeelekk. Kemudian cewek B langsung bales, "siapa yang dorong gue juga kedorong kali!!!". dan terlihat di dalam busway keduanya masih saling melotot-lotot. Kesimpulannya, si cewek A cewek yang gak pernah naik umum kali ye, di Jakarta mana ada yang gak dorong-dorongan. Dia takut make up nya rusak dan cewek itu agak terkesan pengen eksklusif sendiri, sedangkan cewek B merupakan cewek kena fitnah yang juga kedorong tapi ketiban sial kena marah. Ada juga loh yang main kata-kata fisik. Ckckckckck. Menyeramkan,...Pemandangan seperti itu sudah lazim ditemui , asal jangan pada bawa golok aja yah. Bisa seru eh serem donk!!! Hehehehehe.

Sedikit saran saya untuk pengelola:
1. tolong donk tulisan jurusan/koridornya di pertegas atau dibikin besar atau ditaruh dekat pintu agar gak ada kejadian nyasar dan telat seperti saya lagian juga kasian petugas PAM transjakartanya, teriak-teriak jurusan gitu kayak kenek.

2. Perbanyakin armadanya donk, uang anggaran buat poto-poto narsisnya ditunda dulu (tau kan maksudnya siapa yang narsis?), buat aja anggaran perawatan busway jangan sampai khayalan saya tentang anaconda terwujud. Dan harusnya uang buat bikin e -ktp buat perbanyak armada angkutan massal kayak transjakarta dan kereta donk.

3. After all, menurut saya jenis transportasi seperti inilah yang paling oke dan paling membantu. Dulu saya sempat meng-underestimate kebijakan Bang Yos yang satu ini, tapi sekarang saya juga merasakan manfaatnya. Bukan hanya saya, tapi ribuan warga Jakarta,.

Sekian dari saya, saya mau antri busway dulu....hehe


Best regards...







GDD Global Development Delay

Long time no write... Mendampingi anak anak dan mengurus rumah sudah menjadi hal biasa sekarang. Antar jemput si kakak dan drop si adik ke d...